Selasa, 17 September 2013

Halo si Nasi!

Halusinasi ini menggila. Pikiran konyol yang setiap hari menuntunku untuk melihat sosokmu pada setiap orang yang tampak sekelebat mata di depanku. Cukup membuat percaya jika kamu mengawasi. Ah, tentu saja konyol, itu pasti. Bahkan terkadang matahari pun enggan untuk terus bisa mengawasiku. Memang hanya halusinasi, ya, aku tekankan sekali lagi. Ha-lu-si-na-si. Mungkin aku merindukan matahari di malam hari dan bintang di siang hari. Tapi mereka satu.

Berbeda dengan Senter

Bagaimana bisa aku masih bertahan dengan perasaan yang tidak menentu. Perasaan yang tentu saja abstrak, ketika kucoba untuk mencari tau, yang kutemukan hanyalah liku-liku yang semakin rumit entah bagaimana menjelaskannya. Bertahan hanya dengan kepercayaan tanpa ada kenyataan dan hanya aku yang percaya, tidak ada yang lain.
Aku hanya pemuja sorot mata lembut yang bahkan bukan ditunjukkan buatku, entah buat siapa. Iya, hanya aku yang percaya lebih tepatnya meyakinkan diriku kalau sorot mata itu buatku. Hanya dengan sorot matamu saja sudah bisa mengubah hari kelam menjadi hari paling membahagiakan, bisa menghapus segala lelah disetiap detiknya, bisa mengembangkan senyum yang tak terukur sampai-sampai sudut bibir hampir menyentuh ujung mata.
Ingat ya, hanya sorot mata. Bukan berarti sorot mata yang mengarah kepadaku, tetapi sorot mata saat dia memandang kemana pun. Menenangkan. Aku suka.